30 Mei 2007

Ga perlu korupsi, pasti dapet bagian kok

"Wah kalo kita ga korupsi, gimana bisa kaya?"

"Yang laen aja korupsi, ntar kita ga dapet"

"Ga usah sok suci, ikut arus aja daripada jadi orang aneh"

Banyak alasan untuk membenarkan korupsi. Tapi 1 alasan mungkin bisa mencegah kita berbuat korupsi. Tahukah kita, bahwa korupsi justru menghabiskan jatah kita sendiri? Adakah orang yg korupsi yang kekayaannya langgeng? Rata-rata habis dengan cepat ya. Malah biasanya berakhir dengan kemiskinan. Tetapi kenyataan ini pun membuat orang merasa mendapat pembenaran untuk tidak mengusahakan pendapatan lebih.


"Ngapain kaya kalau ga bahagia"

"Ah kita mah ga neko-neko, terima aja apa adanya"

"Ga usah serakah, rejeki ada yang ngatur kok"

"Yaa dia sih beruntung, dapet rejeki lebih"

"Biar miskin yang penting happy"

"Gimana mo kaya, gaji ga naek-naek"

Sehingga banyak yang merasa, untuk berpendapatan tinggi, orang harus korupsi atau mendapatkan keberuntungan. Akibatnya, orang yg berhasil dengan upayanya sendiri pun dianggap beruntung, mendapat kesempatan lebih baik, hoki. Ada sebagian lagi yang berpendapat bahwa pendapatan tinggi disebabkan oleh latar belakangnya, keturunannya, lingkungan di mana dia dibesarkan, backingnya, dan hal-hal lain yang orang biasa sulit mendapatkannya.

Padahal, sejak setiap manusia diciptakan, Tuhan sudah menentukan rejekinya. Setiap makhluk memiliki rejekinya sendiri. Berarti tidak mungkin orang lain mengambil jatah kita. Sekuat apapun kita berusaha, kita hanya bisa mendapatkan rejeki kita sendiri, tidak mungkin kita mengambil jatah rejeki orang lain.

Memang benar rejeki setiap orang berbeda-beda besarnya, justru itulah keadilan Tuhan. Apa jadinya kalau rejeki setiap orang sama? Tidak ada yang mau jadi pembantu, tukang sapu, pelayan restoran. Dan mungkin ga ada orang yg mau buka warung nasi kalau sudah kaya, bukanya restoran, tapi ga ada yg mau ngebangunnya karena tukang batu pun sudah kaya. Ga akan ada supir bis, semua supir bis sudah kaya, toh setiap orang pun bisa beli mobil. Tapi sayangnya ga ada yg memproduksi mobil, ga ada yg butuh pendapatan kok. Ada yang produksi mobil pun mungkin ga ada yg mau jadi montir, ngapain belepotan oli kalo udah kaya mah?

Justru karena rejeki setiap orang berbeda besarnya lah sehingga kehidupan bisa berjalan.

Benar, hal ini yang dibuat alasan oleh orang yang malas untuk membenarkan sikapnya agar tidak mencari pendapatan lebih. Karena disangkanya rejeki itu hanya 1 macam. Disangkanya setipa orang hanya mendapatkan 1 jatah rejeki dan rejeki itulah yang kita nikmati setiap harinya. Sayangnya tidak seperti itu, rejeki ada 3 macam:

1. Rejeki yang dibutuhkan

Sejak setiap manusia diciptakan, masing-masing dari mereka sudah ditetapkan rejeki yang dibutuhkannya untuk tetap bertahan hidup. Karena Tuhan Maha Adil, kalau DIA menciptakan perut dan lapar, maka DIA jugalah yg akan memenuhi kebutuhannya. Rejeki tipe I ini adalah makanan yang diperlukan untuk memperkuat tubuh, mempertahankan kesehatan, energi untuk beraktivitas.
"Tetapi ada orang yg mati kelaparan tuh? Kenapa rejekinya ga datang?"

Tentu saja rejeki tidak datang dari langit begitu saja, tetapi harus diupayakan. Seperti orang yg sudah disediakan makanan lengkap di meja prasmanan, tetap saja dia harus mau mengambil makanan tersebut. Seperti anak yang disuapi ibunya, tetap saja dia harus mengunyah makanan itu. Seperti bayi yang minum asi, tetap saja dia harus menyedot asi ibunya.

Yang diperlukan adalah bekerja secara tulus ikhlas sehingga rejeki kita akan datang. Seperti burung yang meninggalkan sarangnya dengan perut lapar dan kembali ke sarang dengan perut kenyang, tapi burungnya harus mau keluar sarang dan mencari makanan.

Kalau manusia takut ga dapet makan, berarti kalah dengan cicak. Cicak makan nyamuk yang punya sayap dan bisa terbang. Sedangkan cicak hanya bisa merayap di dinding. Bagaimana caranya ada nyamuk yg bisa tertangkap oleh cicak? Sulit dibayangkan ya? Tetapi kita ga pernah menemukan cicak yg mati kelaparan, paling-paling mati kejepit pintu. Cicak aja yang makanannya terbang selalu dapat makan, apalagi manusia yang punya lebih banyak pilihan.

"Tapi makanan sy ga menarik sih, cuma tahu tempe aja?"

Ada waktunya untuk mendapatkan makanan yang enak, salah satunya di kenduri yang kita diundang. Itulah rejeki kita.

Bayangkan rejeki ini seperti pohon apel. Setiap hari ada apel yg matang dan jatuh. Mungkin ada yang sehari jatuh 1, ada yg jatuh 2, tergantung bagaimana kita merawatnya. Asalkan dirawat (diupayakan tadi), pasti ada apel yg jatuh setiap harinya. Ada kalanya, apel tersebut matang bersamaan, sehingga yang jatuh banyak dan kita bisa makan kenyang (kenduri tadi sebagai perbaikan gizi).


2. Rejeki yang digantungkan

Rejeki tipe II ini yang membedakan pendapatan setiap orang. Bayangkan pohon apel tadi, selain yang matang dan jatuh ada lagi apel yg matang dipohon tetapi tidak jatuh. Apel-apel yang matang di pohon ini adalah rejeki yang digantungkan. Kalau kita mengupayakan untuk meraihnya maka kita akan mendapat lebih banyak.

Macam-macam cara mendapatkannya, ada yang berlatih meloncat, semakin tinggi loncatannya semakin banyak yang bisa dia raih. Ada lagi yang belajar memanjat, semakin tinggi dia bisa memanjat semakin banyak hasilnya. Ada lagi yang menggunakan galah, semakin panjang galahnya semakin banyak hasilnya. Ada lagi yang membuat tangga, semakin tinggi tangganya semakin banyak hasilnya. Ada lagi yang meminta orang untuk mendukungnya sehingga dia bisa meraih lebih tinggi. Macam-macam upayanya, tetapi yang pasti bukan sekedar menunggu apel jatuh.

Sehingga pada rejeki tipe II ini ada quota yang bisa kita ambil tetapi hasil yang kita dapatkan tergantung upaya kita, belum tentu semua jatahnya sudah kita ambil. Oleh karena itu orang dengan upaya yang lebih baik bisa mendapatkan hasil lebih besar.


Mungkin saja jatah pendapatan kita saat ini 1 milyar perbulan, tetapi yang kita ambil baru 500ribu, karena upaya kita cuma bernilai 500ribu. Syaratnya untuk mendapatkan rejeki tipe II adalah 'bekerja sesuai hasil yang diinginkan'. Keinginan akan dikabulkan asalakan upayanya sesuai. Seperti sabda Nabi Muhammad SAW, "Perbaikilah pekerjaanmu, niscaya dikabulkanlah doamu."


3. Rejeki yang dijanjikan

Dengan adanya rejeki tipe III ini, orang bisa menjadi sangat kaya. Bayangkan pohon apel rejeki kita yang berbuah lebat karena perawatan yang baik. Dan kita bisa panen besar karena upaya memetiknya terbukti handal. Tetapi tidak semua apel kita konsumsi, sebagian kita tanam kembali sehingga akhirnya tumbuh menjadi pohon apel-pohon apel baru. Sehingga saat ini kita bukan hanya memiliki 1 pohon apel sebagai rejeki kita, tetapi memiliki 1 kebun apel sebagai sumber rejeki kita. Pasti hasil panennya banyak sekali ya?


Rejeki tipe III ini adalah hasil sedekah kita kepada orang lain. Infak, sedekah, zakat, wakaf, dsb akan memperbesar quota rejeki kita. Contoh sedekah paling 'murah' adalah senyum (tentu saja senyum yang baik, bukan senyum ejekan atau merendahkan). Senyum akan menyambungkan tali silaturahmi, memberi kesan yang baik pada pikiran orang lain, membuat orang menyukai kita, membuat orang mengingat kita dalam segi positif, dsb. Persepsi yang baik ini akan membuat orang mengingat kita saat dia memiliki rejeki, atau hanya sekedar peluang mendapatkan/mengupayakan rejeki lebih banyak. Oelh karena itu, dikatakan "silaturahmi membuka pintu rejeki."

Semakin banyak kita bersilaturahmi dengan orang, semakin banyak kemungkinan rejeki mengalir dari berbagai arah. Inilah salah satu cara membuat 'multiple source of income'. Dengan 'multiple source of income', apabila income kita dari salah satu sumber mengalami hambatan, kita masih mendapatkan income dari sumber yang lain. Sehingga keliatannya kekayaannya ga habis-habis.

Itu kalau cuma senyum yang diberikan, bagaimana kalau yang diberikan adalah wakaf berupa tanah beserta bangunan sekolah di atasnya? Mungkin setiap anak yang bersekolah di sekolah tersebut akan merasa berhutang budi pada pemberi wakaf dan ingin membalasnya saat sudah bekerja. Walaupun 1 anak cuma memberi 100 rupiah seumur hidupnya, dari seluruh anak yang bersekolah di sekolah tersebut bisa berapa uang yg bisa terkumpul? Banyak sekali kan?


Itulah sebabnya sy percaya bahwa 'Tuhan ingin anda kaya', karena selalu dikatakan, "Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah", 'memberi lebih baik daripada menerima'

Nah sekarang waktunya kita kembali ke permasalahan pertama,

"Lalu mengapa orang tidak perlu korupsi untuk kaya?"

Karena rejeki setiap orang sudah ditetapkan Tuhan, sehingga tidak mungkin jatah rejeki seseorang diambil oleh orang lain. Tidak mungkin Tuhan menyediakan jatah rejeki dan kita harus mendapatkannya dengan cara yang tidak halal.




"Kalau begitu, korupsi itu dapat dari mana hasilnya? Mengapa orang yg korupsi biasanya berakhir miskin?"

Sesungguhnya korupsi berarti mengambil jatah rejeki masa depannya sendiri, sehingga tangki rejekinya cepat kosong. Makanya setelah korupsi biasanya miskin, karena rejekinya habis. Seperti orang yg memetik buah apelnya bukan hanya yang matang saja, tetapi juga apel-apel yang masih kecil dan mentah, sehingga pada waktunya tidak ada apel sama sekali di pohonnya karena semuanya sudah dipetik ketika saatnya belum tiba.


(thx to Aa Gym atas penjelasannya...)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar