Tampilkan postingan dengan label Self Help. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Self Help. Tampilkan semua postingan

25 Januari 2015

RIZKI DI TANGAN ALLAH

Dari pengajian Masjid Al Imtiyaaz Surapati Core Bandung

RIZKI DI TANGAN ALLAH

Tafsir Q.s. as-Syura: 27:
﴿وَلَوْ بَسَطَ اللَّهُ الرِّزْقَ لِعِبَادِهِ لَبَغَوْا فِي الْأَرْضِ وَلَٰكِنْ يُنَزِّلُ بِقَدَرٍ مَا يَشَاءُ ۚ إِنَّهُ بِعِبَادِهِ خَبِيرٌ بَصِيرٌ﴾

“Andai saja Allah lapangkan (mudahkan) rizki untuk hamba-hamba-Nya, pasti mereka akan kurang ajar (bertindak melampaui batas) di muka bumi. Tetapi, Allah menurunkan dengan kadar yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Berpengalaman dan Tahu akan hamba-hamba-Nya.”

Ayat ini menjelaskan, bahwa kalau Allah belum memberikan rizki yang berlimpah kepada manusia, boleh jadi, karena dia memang belum siap dijadikan kaya oleh Allah SWT. Karena, ketika dia dijadikan kaya, justru akan merusak hidupnya. Karena, Allah Maha Tahu, dan Maha Berpengalaman terhadap hamba-hamba-Nya.

Ayat ini juga mengajarkan kepada kita, agar kita selalu menyukuri tiap nikmat yang Allah berikan kepada kita, berapapun jumlahnya. Karena Allah yang Maha Tahu, berapa kadar yang memang layak diberikan kepada kita, agar kita mampu menggunakannya sesuai dengan kadar kemampuan kita. Justru di sinilah, kasih sayang Allah kepada kita. Maka, kita harus menyadari, ketika Allah memberikan rizki yang banyak, atau sedikit, semuanya merupakan bentuk kasih sayang Allah kepada kita. Karena Allah Maha Tahu kondisi kita.

Banyak orang yang mengeluh, ketika diberi rizki yang sedikit, seolah Allah tidak sayang kepadanya. Sehingga dia iri kepada orang lain yang diberikan nikmat yang lebih. Akhirnya, dia tidak bisa menyukuri nikmat yang Allah berikan kepadanya. Dia juga tidak ridha kepada Qadha' Allah. Dia juga hasud terhadap nikmat yang Allah berikan kepada orang lain. Dalam kondisi seperti ini, justru dia telah terjebak dalam tiga dosa sekaligus: Dosa, tidak menyukuri nikmat, dosa tidak ridha kepada Qadha' Allah, dan dosa hasud terhadap nikmat yang diberikan kepada orang lain. Na'udzubillah..

Semoga kita semua termasuk hamba-hamba Allah yang bisa menyukuri nikmat Allah, yang diberikan kepada kita.

‪#‎YukNgaji‬ ISLAM
Sumber: Status FB

19 Desember 2011

Indahnya Ketidaktahuan

Ada sebuah kisah menarik tentang seorang mahasiswa baru di Universitas California , Berkeley, Amerika Serikat, yang datang terlambat ke kelas Prof. Neyman. Prof Jerzy Neyman (16 April 1894 – 5 Agustus 1981) adalah salah seorang guru besar matematika tingkat dunia.

Ketika mahasiswa terlambat itu sampai di ruang kelas tempat Prof. mengajar ternyata tidak ada seorangpun disana, dan di papan tulis terdapat dua soal matematika. Asumsi dari mahasiswa yang terlambat otomatis menganggap bahwa 2 tugas itu adalah tugas untuk dikerjakan di rumah. Sesampainya di rumah , ia mencoba menyelesaikan kedua soal sulit tersebut. Ternyata diperlukan waktu beberapa hari untuk menyelesaikannya. 

Keesokan harinya ia menyerahkan hasil pekerjaannya kepada Prof. Neyman dan meminta maaf atas keterlambatan penyerahan tugas tersebut karena kedua soal tersebut terasa sangat sulit dibandingkan dengan soal-soal yang biasa diberikan. Dengan sedikit rasa takut Ia bertanya kepada Prof. Neyman. apakah ia masih mau menerima pekerjaan rumah tersebut. Prof Neyman tidak begitu menanggapi dan menyuruh mahasiswa tersebut meletakan diatas meja kerjanya. Mahasiswa tersebut begitu risih karena diatas meja kerja Prof. banyak sekali kertas dan buku yang berserakan, bisa jadi pekerjaan rumah tersebut akan hilang terselip diantara kertas dan buku.

Satu setengah bulan berlalu, pada pagi hari yang cerah, sang mahasiswa ini terbangun dari tidurnya karena dikejutkan oleh suara kedoran pintu. Ternyata yang datang adalah Prof. Neyman. Dengan wajah penuh semnagat dia berkata “Saya akan mempubikasikan karyamu dalam pertemuan ilmiah Matematikawan Dunia” sambil terkejut mahasiswa itu bertanya “Ada apakah gerangan Prof?” Prof. menjawab “Tahukah kamu bahwa 2 soal yang kamu selesaikan itu adalah 2 soal statistika yang terkenal sulit dan belum pernah terpecahkan oleh seluruh matematikawan di dunia selama puluhan tahun” 

Ternyata mahasiswa ini berhasil memecahkan dua soal statistika tersulit di dunia karena salah menyakanya  sebagai soal untuk pekerjaan rumah, padahal prof menuliskannya di papan tulis hanya sebagai 'oleh-oleh' untuk mahasiswanya. Dan tahukah anda bahwa, mahasiswa ini akhirnya menjadi matematikawan terkemuka dunia, ia bernama George Dantzig (8 November 1914 -  13 Mei 2005) 

--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Moral of the story

Banyak matematikawan tidak bisa menyelesaikan kedua soal statistik tersebut karena sudah dibebani oleh "2 soal statistika yang terkenal sulit dan belum pernah terpecahkan oleh seluruh matematikawan di dunia selama puluhan tahun" sehingga mreka sudah menganggapnya berat sebelum berjuang. Ditambah dengan rasa rendah diri dibandingkan "matematikawan dunia" yang sudah puluhan berusaha memecahkannya. Akibatnya, soal tersebut menjadi legenda bertahun-tahun sebagai soal yang tidak terpecahkan.

Bagaimana mungkin seorang mahasiswa, yang jauh kapasitasnya dibandingkan para matematikawan kelas dunia, bisa menyelesaikan soal legendaris tersebut hanya dalam beberapa hari?

Yang pertama karena mahasiswa tersebut ga tau tentang "2 soal statistika yang terkenal sulit dan belum pernah terpecahkan oleh seluruh matematikawan di dunia selama puluhan tahun" sehingga dia tidak mengenal beban  tersebut.

Kedua, dia terpacu menyelesaikan karena rasa 'bersalah' akibat terlambat mengikuti kuliah, dan berharap tugas ini bisa memperbaiki reputasinya di mata prof.


Jadi, pernahkah kita mendengar komentar, "kamu ga akan bisa"... ??
Bahkan biasanya yang lebih lengkapnya, "Kamu ga akan bisa, wong sy aja ga bisa".. ??
Hal tersebut menciptakan batasan mental yang menghalangi kita mengeluarkan kemampuan secara optimal.
Padahal yang diperlukan ga perlu banyak mikir, maju perut pantat mundur ajaa... ^_^
(by: prie tea go blog, dari berbagai sumber)

05 Desember 2011

Masa Depan Selalu Gelap, Karena itu Berbaik Sangkalah

Di masa ‘Abbasiyah akhir, negeri negeri Muslim tersekat oleh berbagai kesultanan yang berkuasa sendiri – sendiri. Yang duduk bertahta di Baghdad dan mereka sebut “Amirul Mukminin” memang masih ada. Tetapi dia tidak lebih dari pemuda manja yang diperlakukan bagai boneka oleh para sultan yang berebut pengaruh.

Kisah ini adalah sebuah sejarah kecil pada era itu. Ini kisah seorang ayah dan anak. Sang ayah bekas budak. Selama menjadi budak, libur Jum’at sebagaimana ditetapkan kesultanan dimanfaatkannya untuk habis – habisan bekerja. Dengan dirham demi dirham yang terkumpul, satu hari dia minta izin untuk menebus dirinya pada sang majikan.
“Tuan,” ujarnya, “Apakah dengan membayar harga senilai dengan berapa engkau membeliku dulu, aku akan bebas?”
“Hmm… ya, bisa.”
“Baik, ini dia,” katanya sambil meletakkan bungkusan uang itu di hadapan tuannya. “Allah ‘Azza wa Jalla telah membeliku dari Anda, lalu Dia membebaskanku. Alhamdulillah.”
“Maka engkau bebas karena Allah,” ujar sang tuan tertakjub. Dia bangkit dari duduknya dan memeluk sang budak. Dia hanya mengambil separuh harga yang tadi disebutkan. Separuh lagi diserahkannya kembali. “Gunakanlah ini,” katanya berpesan, “Untuk memuai kehidupan barumu sebagai orang yang merdeka. Aku berbahagia menjadi sebagian  Tangan Allah  yang membebaskanmu!”

Penuh syukur dan haru, tapi juga disergap khawatir, dia pamit. “Aku tidak tahu wahai tuanku yang baik,” ucapnya dengan mata berkaca – kaca, “ Apakah kebebasan ini rahmat ataukah musibah. Aku hanya berbaik sangka kepada Allah.”

Tahun demi tahun berlalu. Dia telah menikah. Tetapi sang istri meninggal ketika menyelesaikan tugasnya, menyempurnakan susuan sang putra hingga usia dua tahun. Maka dibesarkan putra semata wayangnya dengan penuh kasih. Dididiknya anak lelaki itu  untuk memahami agama dan menjalankan sunnah Nabi, juga untuk bersikap ksatria dan berjiwa merdeka.

“Anakku,” katanya di suatu pagi, “Ayahmu ini dulu seorang budak. Ayahmu ini separuh manusia di mata agama dan sesama. Tapi selalu kujaga kehormatan dan kesucianku, maka Allah memuliakanku dengan membebaskanku. Dan jadilah kita orang merdeka. Ketahuilah Nak, orang bebas yang paling merdeka adalah dia yang bisa memilih caranya untuk mati dan menghadap Illahi!”

“Ketahuilah,” lanjutnya, “Seorang yang syahid di jalan Allah itu hakikatnya tak pernah mati. Saat terbunuh, dia akan disambut oleh tujuh puluh bidadari. Ruhnya menanti kiamat dengan terbang kesana kemari dalam tubuh burung hijau di taman surge, dan diizinkan baginya member syafa’at bagi keluarganya. Mari kita rebut kehormatan itu, Nak, dengan berjihad lalu syahid di jalanNya!”

Sang anak mengangguk – angguk.
Sang ayah mengeluarkan sebuah kantung berpelisir emas. Dinar – dinar di dalamnya bergemerincing. “Mari mempersiapkan diri”, bisiknya. “Mari kita beli yang terbagus dengan harta ini untuk dipersembahkan dalam jihad di jalanNya. Mari kita belanjakan uang ini untuk mengantar kita pada kesyahidan dengan sebaik – baik tunggangan.”

Siangnya, mereka pulang dari pasar dengan menuntun seekor kuda perang berwarna hitam. Kuda itu gagah. Surainya mekar menjumbai. Tampangnya mengagumkan. Matanya berkilat. Giginya rapid an tajam. Kakinya mekar dan kukuh. Ringkiknya pasti membuat kuda musuh bergidik.
Semua tetangga datang untuk mengaguminya. Mereka menyentuhnya, mengelus surainya. “Kuda yang hebat!” kata mereka. Kami belum pernah melihat kuda seindah ini. Luar biasa! Mantap sekali! Berapa yang kalian habiskan untuk membeli kuda ini?”

Anak beranak itu tersenyum simpul. “Yah, itu simpanan yang dikumpulkan seumur hidup.”
Para tetangga ternganga mendengar jumlahnya. “Wah”, seru mereka, “Kalian masih waras atau sudah gila? Uang sebanyak itu dihabiskan untuk membeli kuda? Padahal rumah kalian reot nyaris roboh. Untuk makan besok pun belum tentu ada!” Kekaguman mereka di awal tadi berubah menjadi cemo’oh. “Tolol!” kata salah satu. “Tak tahu diri!” ujar yang lain. “Pandir!”

“Kami tak tahu, ini rahmat atau musibah. Tapi kami berprasangka baik kepada Allah,” ujar mereka.

Para tetangga pulang. Ayah dan anak itu pun merawat kudanya dengan penuh cinta. Makanan si kuda dijamin kelengkapannya; rumput segar, jerami kering, biji – bijian, dedak, air segar, kadang bahkan ditambah madu. Si kuda dilatih keras, tapi tak dibiarkan lelah tanpa mendapat hadiah. Kini mereka tak hanya berdua, melainkan bertiga. Bersama – sama menanti panggilan Allah di medan jihad untuk menjemput takdir terindah.

Sepekan berlalu. Di sebuah pagi buta ketika si ayah melongok ke kandang, dia tak melihat apapun. Kosong. Palang pintunya patah. Beberapa jeruji kayu terkoyak remuk.
“Kuda itu hilang!”

Berduyun – duyun para tetangga datang untuk mengucapkan bela sungkawa. Mereka bersimpati pada cita tinggi kedua anak ayah itu. Tapi mereka juga menganggap keduanya kelewatan. “Ah, sayang sekali!” katan mereka, “Padahal itu kuda terindah yang pernah kami lihat. Kalian memang tidak beruntung. Kuda itu hanya hadir sejenak untuk memuaskan ambisi kalian, lalu Allah membebaskannya dan mengandaskan cita – cita kalian!”

Sang ayah tersenyum sambil mengelus kepala anaknya. “Kami tak tahu,” ucap keduanya serempak, “Ini rahmat atau musibah. Kami hanya berprasangka baik kepada Allah.”

Mereka pasrah. Mereka mencoba untuk menghitung – hitung uang dan mengira – ngira, kapan bisa membeli kuda lagi. “Nak”, sang ayah menatap mata putranya, “Dengan atau tanpa kuda, jika panggilan Allah datang, kita harus menyambutnya.” Si Anak mengangguk mantap. Mereka kembali bekerja tekun seakan tak terjadi apapun.

Tiga hari kemudian, saat subuh menjelang, kandang kuda mereka gaduh dan riuh. Suara ringkikan bersahut – sahutan. Terkejut dan jaga, ayah dan anak itu berlari ke kandang sambil membenahi pakaiannya. Di kandang itu mereka temukan kuda hitam yang gagah bersurai indah. Tak salah lagi, itu kuda mereka yang pergi tanpa pamit tiga hari yang lalu!

Tapi kuda itu tak sendiri. Ada belasan kuda lain bersamanya. Kuda – kuda liar! Itu pasti kawan – kawannya. Mereka datang dari stepa luas untuk bergabung di kandang si hitam. Mungkinkah kuda punya akal jernih? Mungkinkah si hitam yang merasa mendapatkan layanan terbaik di kandang seorang bekas budak mengajak kawan – kawannya bergabung? Atau tahukah mereka bahwa mendatangi kandang itu berarti bersiap bertaruh nyawa untuk kemuliaan agama Allah, kelak jika panggilanNya berkumandang? Atau memang itu yang mereka inginkan?

“Bertasbih kepada Allah, segala yang di langit dan di  bumi. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Q.S Ash Shaff [61]: 1)

Ketika hari terang, para tetangga datang dengan takjub. “Luar biasa!” kata mereka. “Kuda itu pergi untuk memanggil kawan – kawannya dan kini kembali membawa mereka menggabungkan diri!” Mereka semua mengucapkan selamat pada pemiliknya.

“Wah, kalian sekarang kaya raya! Kalian orang terkaya di kampung ini!” Tapi si pemilik hanya tersenyum.

“Kami tak tahu, ini rahmat atau musibah. Kami hanya berprasangka baik kepada Allah.”

Hari berikutnya dengan bahagia, sang putra mencoba menaiki salah seekor kuda itu. Sukacita dia memacunya ke segala penjuru. Satu saat, kuda liar itu terkejut ketika berpapasan dengan seekor lembu yang lepas dari kandang di persimpangan. Dia meronta keras, dan sang penunggang terbanting. Kakinya patah. Dia meringis kesakitan.

Para tetangga datang menjenguk. Mereka menatap anak itu dengan pandangan penuh iba. “Kami turut prihatin,” kata mereka. “Ternyata kuda itu tidak membawa berkah. Mereka dating membawa musibah. Alangkah lebih beruntung yang tak memiliki kuda, namun anaknya sehat sentausa!”
Tuan rumah tersenyum lagi. “Kami tak tahu, ini rahmat atau musibah. Kami hanya berprasangka baik kepada Allah.”

Hari berikutnya, hulubalang raja berkeliling negeri. Dia mengumumkan pengerahan pasukan untuk menghadapi tentara musuh yang telah menyerang perbatasan. Semua pemuda yang sehat jasmani dan rohani wajib bergabung untuk mempertahankan negeri. Sayang, perang ini sulit dikatakan sebagai jihad di jalan Allah karena musuh yang hendak dihadapi adalah sesama Muslim. Mereka hanya berbeda kesultanan.

“Nak,” bisik sang aah ke telinga sang putra yang terbaring tak berdaya, “Semoga Allah menjaga ita dari menumpahkan darah sesama Muslim. Allah Maha Tahu, kita ingin berjihad di jalanNya. Kita sama sekali tak hendak beradu senjata dengan orang – orang beriman. Semoga Allah membebaskan diri kita dari beban itu!” Mereka berpelukan.

Petugas pendaftaran mendatangi tiap rumah dan membawa para pemuda yang memenuhi syarat. Saat memasuki rumah sang ayah dan anak pemilik kuda, mereka mendapati putranya terbaring di tempat tidur dengan kaki terbebat, disangga kayu dan dibalut kain.

“Ada apa dengannya?”
“Tuan prajurit,” kata sang ayah, “Anak saya ini begitu ingin membela negeri dan dia telah berlatih untuk itu. Tetapi kemarin dia jatuh dari kuda ketika sedang mencoba menjinakkan kuda liar kami. Kakinya patah.”
“Ah, sayang sekali!” kata sang Hulubalang. “Padahal kulihat dia begitu gagah. Dia pasti akan menjadi seorang prajurit tangguh. Tapi baiklah. Dia tak memenuhi syarat. Maafkan aku, aku tak bisa mengikutsertakannya!”

Dan hari itu, para tetangga yang ditinggal pergi putra – putranya menjadi prajurit mendatangi si pemilik kuda. “Ah, nasib!” kata mereka. “Kami kehilangan anak – anak lelaki kami, tumpuan harapan keluarga. Kami melepas mereka tanpa tahu apakah mereka akan kembali atau tidak. Sementara putramu tetap bisa di rumah karena patah kakinya. Kalian begitu beruntung! Allah menyayangi kalian!”

Tuan rumah ikut bersedih melihat mendung di wajah – wajah itu. Kali ini ayah dan anak itu tersenyum. Tapi ucapan mereka kembali bergema, “Kami tak tahu, ini rahmat atau musibah. Kami hanya berprasangka baik kepada Allah.”

Sebulan kemudian, kota itu dipenuhi ratapan para ibu dan isak tangis para istri. Sementara para lelaki hanya termangu dan tergugu. Kabarnya telah jelas. Semua pemuda yang diberangkatkan perang tewas di medan tempur. Tapi agaknya para warga telah belajar banyak dari ayah beranak pemilik kuda. Seluruh penduduk kota kini menggumamkan kalimat indah itu. “Kami tak tahu ini rahmat atau musibah. Kami hanya berprasangka baik kepada Allah.”

Singkat kisah, tak berapa lama kemudian panggilan jihad yang sebenarnya bergema. Pasukan Mongol dipimpin Hulagu Khan menyerbu wilayah Islam dan membumihanguskannya hingga rata dengan tanah. Orang – orang tak berperikemanusiaan itu mengalir bagai air bah meluluhlantakkan peradaban. Ayah dan anak itu pun menyongsong janjinya. Mereka bergegas menyambut panggilan denga kalimat agungnya, “Kami tak tahu ini rahmata atau musibah. Kami hanya berprasangaka baik kepada Allah!”

Mereka memang menemui syahid. Tapi sebelum itu, ada selaksa nikmat yang Allah karuniakan kepada mereka untuk dirasai. Sang anak pernah tertangkap pasukan Mongol dan dijual sebagai budak. Dia berpindah – pindah tangan hingga kepemilikannya jatuh pada Al Kamil, seorang sultan Ayyubiyah di Kairo. Ketika pemerintahan Mamluk menggantikan wangsa Ayyubiyah di Mesir, karienya menanjak cepat dari komandan kecil menjadi panglima pasukan, lalu Amir wilayah. Terakhir setelah wafatnya Az Zahir Ruknuddin Baibars, dia diangkat menjadi Sultan. Namanya Al Manshur Saifuddin Qalawun.

Inilah sekelumit kisah tentangnya. Qalawun yang berani berprasangka baik dalam segala keterhijaban. Qalawun yang berani berkata, “Kami tak tahu ini rahmat atau musibah. Kami hanya berprasangka baik kepada Allah!” Seperti kisahnya, dalam dekapan ukhuwah, ada berjuta kebaikan mengiringi prasangka baik padaNya. Dia setia bersama kita dan melimpahkan kebaikan, karena kita mengingatNya juga dengan sangkaan kebaikan.

Disadur dari buku "Dalam Dekapan Ukhuwah", Salim A. Fillah, Pro-U-Media.
Baca kisah-kisah menakjubkan lainnya di bukunya langsung ya.. ^_^ 

Catatan tambahan:
Qawalun adalah salah satu anglima perang Sultan Baibars ketika mematahkan serbuan bangsa Mongol ke Palestina dalam peperangan Ain Jalut pada tanggal 3 September 1260. Kemenangan ini merupakan “balasan” terhadap bangsa Mongol yang sebelumnya menghancurkan Baghdad sebagai pusat kilafah Islam.

Perang ini merupakan peristiwa besar dalam sejarah Islam dan merupakan kemenangan pertama yang berhasil dicapai oleh kaum muslimin terhadap orang-orang Mongolia. Mereka berhasil menghancurkan mitos yang mengatakan bahwa tentara Mongol tidak pernah terkalahkan. Setelah kemenangan ini, nilai tambah terhadap Dinasti Mamluk adalah bersatunya kembali Mesir dan Syam di bawah naungan Sultan Mamluk setelah mengalami perpecahan pada masa sultan-sultan keturunan Salahuddin Al-Ayyubi. (Prie Tea Go Blog)

13 Oktober 2011

Hukuman Langit

Dalam hadits riwayat Ibnu Majah Rasulullah saw bersabda :

"Wahai segenap Muhajirin, ada lima hal yang membuat aku berlindung kepada Allah swt dan aku berharap kalian tidak mendapatkannya.

Pertama, tidaklah perbuatan zina tampak pada suatu kaum sehingga mereka akan tertimpa bencana wabah dan penyakit yang tidak pernah ditimpakan kepada orang-orang sebelum mereka.

Kedua, tidaklah suatu kaum mengurangi takaran dan timbangan melainkan mereka akan tertimpa paceklik, masalah ekonomi dan kedurjanaan penguasa.

Ketiga, tidaklah suatu kaum menolak membayar zakat melainkan mereka akam mengalami kemarau panjang. Sekiranya tidak karena binatang, niscaya mereka tidak akan diberi hujan.

Keempat, tidaklah suatu kaum melakukan tipuan (ingkar janji) melainkan akan Allah swt utus kepada mereka musuh yang akan mengambil sebagian yang mereka miliki.

Kelima, tidaklah para imam (pemimpin) mereka meninggalkan (tidak mengamalkan Al-Qur'an) melainkan akan Allah swt jadikan permusuhan antar mereka."

11 April 2011

Road To Success: Membangun Bisnis & Menjadi "Kaya"


Muda Kaya Raya
Tua Foya-foya
Mati Masuk Surga
*by: Joger

Banyak orang bekerja mambanting tulang untuk mejadi kaya secara finansial belaka, akibatnya terjadi 'kemiskinan' pada sisi yang lain. Seperti kekurangan waktu untuk diri sendiri dan keluarga, miskin secara spiritual, kurang peka terhadap kondisi sosial, kehilangan sahabat, dan kepribadiannya tidak mengalami perkembangan yang berarti.

Road To Success: Membangun Bisnis dan Menjadi "Kaya"





Cara paling tepat mencapai apa yang Anda inginkan adalah

dengan mencari pembimbing yang sudah lebih dahulu

mencapai apa yang Anda inginkan


Pernahkah Anda merasa kehilangan gairah dan merasa apa yang dikerjakan begitu monoton?

Tahukah Anda bahwa itu dikarenakan Anda tidak memiliki Tujuan Hidup yang jelas dan secara rutin selalu diperbaharui?


Banyak orang tumbuh besar di lingkungan yang tidak mengajarkan bagaimana membuat dan memperjuangkan Tujuan Hidup Pribadi dan Keluarga, akibatnya kehidupannya hanya mengalir mengikuti aturan yang ada. Hal ini seperti penumpang taksi yang tidak memiliki tempat tujuan, argo terus berputar tetapi tidak ada capaian yang berarti.


Ada lagi sebagian orang yang memiliki Tujuan Hidup, tetapi tidak tahu bagaimana mencapainya. Setelah beberapa kali mencoba dan gagal, akhirnya menyerah dan hidup mengikuti aliran saja. Saat teman-temannya menggapai cita-citanya, dia hanya dapat menonton dan berkata, "Memang, setiap orang punya nasibnya masing-masing..."


Ada lagi orang yang setiap hari sibuk bekerja, tanpa memiliki waktu yang cukup untuk diri sendiri dan keluarganya. Persoalan finansial dan kehidupannya sudah sangat menyita waktu, tenaga dan pikirannya, sehingga hidupnya tidak pernah dapat dinikmati. Jangankan untuk beristirahat sejenak mengevaluasi kehidupannya, untuk sekedar bersosialisasi dengan tetangga pun sudah tidak memungkinkan. Kehidupannya lebih banyak dihabiskan di kantornya daripada di rumahnya bersama keluarga.


Lain lagi dengan orang yang sekilas terlihat memiliki segalanya, rumah yang mewah, mobil keluaran terbaru, harta yang berlimpah, membiayai anak sekolah ke luar negeri, kedudukan yang tinggi dan dihormati di kantornya, dan posisinya yang disegani di lingkungannya. Tetapi hatinya jauh dari Sang Pencipta, sehingga hidupnya selalu was-was, takut kehilangan hartanya, takut dikhianati anak buahnya, bahkan untuk parkir pun takut mobilnya tergores. Orang yang memiliki segalanya tetapi terlewatkan untuk memiliki ketenangan hidup.


Mungkinkah untuk memiliki semua itu?

Memiliki finansial yang cukup untuk mendukung tercapainya cita-cita,

Memiliki sahabat dan lingkungan positif yang saling mendukung dan menguatkan,

Memiliki karya sosial yang membantu banyak orang,

Memiliki perkembangan kepribadian yang semakin lama semakin disukai orang,

Memiliki waktu untuk menjadi orang tua yang dibanggakan anaknya,

Memiliki banyak solusi untuk membantu finansial kerabat dan teman,

Memiliki ketenangan hidup karena kedekatan dengan Sang Pencipta



Billionaires, adalah komunitas bisnis bagi mereka yang bercita-cita meningkatkan kualitas hidupnya, memberi karya dan membantu sebanyak-banyaknya orang.

Didukung oleh 2 Group Perusahaan besar di Indonesia yang memiliki bidang usaha di berbagai sektor, sehingga Billionaires berkembang menjadi komunitas bisnis yang membantu orang memperbaiki finansilanya, meningkatkan kesehatan dan vitalitas, membangun koneksi bisnis, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan akan pengelolaan kekayaan, mengoptimalkan waktu dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, meningkatkan spiritual dan mental, serta menyediakan fasilitas-fasilitas pengembangan diri.


Sebagai pelopor Learning Revolution yang menggabungkan Entertainment dan Education dalam setiap acaranya, sejak berdiri tahun 1997 Billionaires sudah berhasil mengantarkan orang-orang dengan berbagai latar belakang yang berbeda untuk mencapai kesuksesan yang mereka cita-citakan.


Tahun 2011 ini, Billionaires mengadakan gathering bagi leader-leadernya di kota Bandung dan Jakarta. Lebih dari 180 orang dengan latar belakang serta profesi yang berbeda-beda, serta saat ini menjadi penggerak di daerahnya masing-masing di penjuru Indonesia, berkumpul untuk berbagi kiat-kiat suksesnya.


Jangan lewatkan kesempatan langka ini untuk membuka mata dan pikiran Anda, bahwa Apa yang Anda Cita-citakan berpeluang untuk tercapai

Sabtu 21 Mei 2011
pk 10.00 - 18.00 WIB
Ballroom
Hotel Grand Royal Panghegar
Jl Merdeka no 2 Bandung

Tiket: Rp 150.000,- termasuk makan siang

Potongan Harga bagi yang melunasi sebelum tgl 7 Mei 2011

23 Mei 2008

Power Of Giving

Saya lihat kondisi saat ini memberi tekanan yang sangat berat pada masyarakat. Akibatnya banyak pihak yang menuntut perbaikan keadaan. Pengusaha menuntut keringanan, mahasiswa menuntut pendidikan murah bahkan gratis, ibu-ibu menuntut harga sembako diturunkan, masyarakat menuntut harga BBM tidak naik, pegawai menuntut kenaikan gaji, bahkan pemerintah pun
menuntut masyarakat untuk mengerti.

Kadang sy mikir, apa yang akan terjadi ya kalau 230 juta penduduk Indonesia saling menuntut? Trus sapa yang bakal memenuhi tuntutan mereka? Apakah keadaan akan jauh lebih
baik apabila masing-masing pihak mendahulukan kepentingannya?

Sy coba melihat, kalau sy berkesempatan memilih orang untuk jadi pemimpin, rekan bisnis, pegawai, ataupun teman, orang sperti apa yg saya pilih? Maukah saya memilih orang yang
mendahulukan kepentingannya? Humm... ngebayangin wawancara pegawai baru, belum apa-apa dah minta gaji tinggi, eneg rasanya hahaha.

Jelas sy lebih senang dengan orang yg memberi tanpa banyak ribut dan tidak menuntut apapun sebagai balasannya. Dan sy lihat orang-orang sukses yang namanya dicatat oleh sejarah dengan tinta emas, kebanyakan merupakan orang-orang yang memberi jauh lebih banyak daripada orang-orang di sekelilingnya? Pernahkah kita melihat sejarah mencatat nama orang-orang yang gemar menuntut?? Humm mungkin dicatat sih, tapi bukan dengan tinta emas, di buku daftar hitam... hahaha

Sy coba bayangkan, misalnya saja hanya 10% saja dari penduduk Indonesia gemar memberi,
apa yang bisa terjadi? Berapa banyak yang bisa terbantu? Ah jangan 10%, terlalu besar, 1% saja, apa yang bakal terjadi yaa dengan negeri ini ...??

Sbuah cerita menarik yang sy dapet waktu googling 'orang terkaya'. Pada tanggal 26 Juni 2006, Warren Buffet sebagai orang no 2 terkaya saat itu menyumbangkan 85% kekayaannya kepada yayasan amal dan salah satunya adalah Bill and Melinda Gates Foundation (30,7 milliar US
Dollar) yang dimiliki oleh Bill Gates. Padahal saat itu Bill Gates adalah orang terkaya no 1 dengan kekayaan 50 milliar US Dollar.

Mungkin kalo tahun lalu sy baca, sy bakal ngebatin, "Ngapain dikasih ke orang terkaya? Dia dah ga butuh uang, mending kasih ke saya." Tapi, sy tau persis, kalo uangnya dikasih ke sy pasti ga bakal dipake amal, kemungkinan besar bakal sy pake sendiri heheheee, mungkin karena itu sy ga pernah bisa nyusul mereka. Jangankan menyusul, mendekati aja nggaa. Mereka memberi lebih banyak daripada yg orang lain beri, sehingga mereka mendapat lebih banyak daripada yang orang lain dapat. Dan buktinya saat ini Warren Buffet menjadi orang terkaya di dunia dengan kekayaan 62 milliar US Dollar, mengalahkan Bill Gates yang kekayaannya 'hanya' 58
milliar US Dollar.

Pernahkah sy bersyukur kepada Tuhan atas apa yang bisa sy berikan?
Humm rasanya sy lebih sering hanya bersyukur atas apa yang sy terima.
Hahahaaa ... pantes aja ga maju-maju

18 Februari 2008

Salah Ayat

Suatu hari seorang pengemis mengetuk rumah yang mentereng di suatu perumahan mewah. Karena tau waktunya ga lama sebelum diusir satpam perumahan, bagitu si pemilik membuka pintu dia langsung 'menyodorkan' ayat:

"Pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin ..."
(Adz-Dzariayaat (51): 19)


Ni orang kaya ga mo kalah, ente punya ayat, ane juga punya ayat. Langsung dia bacakan ayat:

"Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri"
(Ar-Ra'd (13):11)

Akhirnya keduanya berpisah sambil ngedumel, yang satu ga dapet pemberian, yang satu tidur siangnya terganggu


Di lain tempat, di suatu perumahan 'biasa', setiap hari ada tukang sampah yang memastikan sampah perumahan tersebut terangkut. Dia jarang sekali mengeluh apalagi minta dikasihani, padahal pelanggannya orang-orang berada. Saat timbul rasa iri dalam hatinya atas kemudahan fasilitas 'klien-klien' nya, dia langsung mengingatkan:

"Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri"
(Ar-Ra'd (13):11)

Untungnya penghuni perumahan itu banyak yang sering berbagi rejeki dengannya. Para penghuni itu saat mendapat sesuatu selalu ingat:

"Pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin ..."
(Adz-Dzariayaat (51): 19)

Bukan hanya pada tukang sampah, tetapi semua perangkat yang membantu di perumahan tersebut selalu mendapat bagian ketiban rejeki.

17 Februari 2008

Berhaji Selagi Muda

"Seorang hamba Aku sehatkan tubuhnya dan Aku perluas baginya mata pencahariannya dan berlalu lima tahun tidak berhaji kepada rumah-Ku maka dia akan kehilangan (pemberian-Ku)" (HR Baihaqi)





Sesungguhnya ibadah haji bukanlah ibadah kaum tua
yang merasa sudah lelah dan ingin bertobat, tetapi harus merupakan pemacu semangat dan prioritas kaum muda untuk mengunjungi rumah Allah. Kalaupun berhaji terasa jauh untuk dicapai, insya Allah niat yang tulus dan bersungguh-sungguh serta usaha yang tidak mengenal lelah pasti akan diberikan jalan oleh Allah untuk mencapainya.

(Diambil dari Pengantar Buletin ZAMZAM, Renungan Harian Muslim, November 2007)



27 Januari 2008

Siapakah Aku

Darimana asalku?
Ke mana Aku menuju?
Untuk apa Aku datang?

Apa cita-citaku?
Siapa musuhku?
Apa senjataku?
Siapa pasanganku?
Siapa Anakku?
Apa pedoman hidupku?
Siapa panutanku?
Berapa lama waktuku tersisa?
Ke mana Aku pergi setelahnya?
Bagaimana keadaanku di sana?
Susahkah?
Senangkah?

(Diambil dari Bahan Renungan Kalbu, dengan modifikasi)

25 Desember 2007

Bagaimana Hari-harimu?

" Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu: 'Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi" (QS al-Kahfi 18:23)


Tahun 2007 akan segera berakhir, berapa banyak kegiatan yang tidak terlaksana karena penundaan? Setiap orang mendapat waktu yang sama, 24 jam, tetapi tidak semua orang memiliki kualitas yang sama. Ada yang menggunakan waktunya untuk memecahkan masalah, tetapi ada yang menggunakannya untuk menghindari masalah, dan ada juga yang hanya berdiam diri karena tidak tahu apa yang harus dilakukan.

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya ..." (QS Al-Baqarah 2:286)


Bagaimana hari-harimu? Berapa banyak waktu yang dihabiskan dengan menambah masalah, berapa banyak untuk menyelesaikan masalah? Untuk menolong orang atau menyusahkan orang? Adakah kita merasa gembira menyambut tahun yang baru? Ataukah merasa kesedihan mendalam karena lebih banyak menyia-nyiakan waktu yang telah lewat? Sudahkah kita membahagiakan orang yang kita cintai? Sudahkah sekelebat waktu ini digunakan untuk berbakti kepada Allah SWT??



(Diambil dari Pengantar Buletin ZAMZAM, Renungan Harian Muslim, Desember 2007)



Setengah Kosong atau Setengah Penuh

Sebuah gelas yang terisi air tidak penuh

Kondisi yang sama, fakta yang sama, opini yang berbeda


Katanya, kalau opininya "setengah penuh", berarti orangnya berpandangan positif, optimis, melihat yang bagus dari suatu kondisi...

Dan kalau opininya "setengah kosong", berarti orangnya berpandangan negatif, pesimis menghadapi masa depan, melihat yang jeleknya dari suatu kondisi...

Entah sapa yang benar sapa yang salah, ga jelas parameternya.


Kalau sy sendiri lebih suka melihat opini orang dari alasan opini itu muncul dan tujuan opini tersebut.... belum tentu benar, belum tentu salah...

Mo orang bilang apapun juga, peter seterah dah....buat sy, gelas itu setengah kosong....
Karena sy ingin gelasnya segera kosong, kalo dah kosong mo sy isi ......

Coca Cola.... hureeee...... Coca Cola lebih menarik daripada sekedar air bening hehehehe









(lukisan botol Coca Cola raksasa buatan Julian Beever... mau liat karya yang lain? kunjungi www.nicoamon.com/blog/unbelievable-3d-graffiti-arts-julian-beevers)

30 Mei 2007

Ga perlu korupsi, pasti dapet bagian kok

"Wah kalo kita ga korupsi, gimana bisa kaya?"

"Yang laen aja korupsi, ntar kita ga dapet"

"Ga usah sok suci, ikut arus aja daripada jadi orang aneh"

Banyak alasan untuk membenarkan korupsi. Tapi 1 alasan mungkin bisa mencegah kita berbuat korupsi. Tahukah kita, bahwa korupsi justru menghabiskan jatah kita sendiri? Adakah orang yg korupsi yang kekayaannya langgeng? Rata-rata habis dengan cepat ya. Malah biasanya berakhir dengan kemiskinan. Tetapi kenyataan ini pun membuat orang merasa mendapat pembenaran untuk tidak mengusahakan pendapatan lebih.


"Ngapain kaya kalau ga bahagia"

"Ah kita mah ga neko-neko, terima aja apa adanya"

"Ga usah serakah, rejeki ada yang ngatur kok"

"Yaa dia sih beruntung, dapet rejeki lebih"

"Biar miskin yang penting happy"

"Gimana mo kaya, gaji ga naek-naek"

Sehingga banyak yang merasa, untuk berpendapatan tinggi, orang harus korupsi atau mendapatkan keberuntungan. Akibatnya, orang yg berhasil dengan upayanya sendiri pun dianggap beruntung, mendapat kesempatan lebih baik, hoki. Ada sebagian lagi yang berpendapat bahwa pendapatan tinggi disebabkan oleh latar belakangnya, keturunannya, lingkungan di mana dia dibesarkan, backingnya, dan hal-hal lain yang orang biasa sulit mendapatkannya.

Padahal, sejak setiap manusia diciptakan, Tuhan sudah menentukan rejekinya. Setiap makhluk memiliki rejekinya sendiri. Berarti tidak mungkin orang lain mengambil jatah kita. Sekuat apapun kita berusaha, kita hanya bisa mendapatkan rejeki kita sendiri, tidak mungkin kita mengambil jatah rejeki orang lain.

Memang benar rejeki setiap orang berbeda-beda besarnya, justru itulah keadilan Tuhan. Apa jadinya kalau rejeki setiap orang sama? Tidak ada yang mau jadi pembantu, tukang sapu, pelayan restoran. Dan mungkin ga ada orang yg mau buka warung nasi kalau sudah kaya, bukanya restoran, tapi ga ada yg mau ngebangunnya karena tukang batu pun sudah kaya. Ga akan ada supir bis, semua supir bis sudah kaya, toh setiap orang pun bisa beli mobil. Tapi sayangnya ga ada yg memproduksi mobil, ga ada yg butuh pendapatan kok. Ada yang produksi mobil pun mungkin ga ada yg mau jadi montir, ngapain belepotan oli kalo udah kaya mah?

Justru karena rejeki setiap orang berbeda besarnya lah sehingga kehidupan bisa berjalan.

Benar, hal ini yang dibuat alasan oleh orang yang malas untuk membenarkan sikapnya agar tidak mencari pendapatan lebih. Karena disangkanya rejeki itu hanya 1 macam. Disangkanya setipa orang hanya mendapatkan 1 jatah rejeki dan rejeki itulah yang kita nikmati setiap harinya. Sayangnya tidak seperti itu, rejeki ada 3 macam:

1. Rejeki yang dibutuhkan

Sejak setiap manusia diciptakan, masing-masing dari mereka sudah ditetapkan rejeki yang dibutuhkannya untuk tetap bertahan hidup. Karena Tuhan Maha Adil, kalau DIA menciptakan perut dan lapar, maka DIA jugalah yg akan memenuhi kebutuhannya. Rejeki tipe I ini adalah makanan yang diperlukan untuk memperkuat tubuh, mempertahankan kesehatan, energi untuk beraktivitas.
"Tetapi ada orang yg mati kelaparan tuh? Kenapa rejekinya ga datang?"

Tentu saja rejeki tidak datang dari langit begitu saja, tetapi harus diupayakan. Seperti orang yg sudah disediakan makanan lengkap di meja prasmanan, tetap saja dia harus mau mengambil makanan tersebut. Seperti anak yang disuapi ibunya, tetap saja dia harus mengunyah makanan itu. Seperti bayi yang minum asi, tetap saja dia harus menyedot asi ibunya.

Yang diperlukan adalah bekerja secara tulus ikhlas sehingga rejeki kita akan datang. Seperti burung yang meninggalkan sarangnya dengan perut lapar dan kembali ke sarang dengan perut kenyang, tapi burungnya harus mau keluar sarang dan mencari makanan.

Kalau manusia takut ga dapet makan, berarti kalah dengan cicak. Cicak makan nyamuk yang punya sayap dan bisa terbang. Sedangkan cicak hanya bisa merayap di dinding. Bagaimana caranya ada nyamuk yg bisa tertangkap oleh cicak? Sulit dibayangkan ya? Tetapi kita ga pernah menemukan cicak yg mati kelaparan, paling-paling mati kejepit pintu. Cicak aja yang makanannya terbang selalu dapat makan, apalagi manusia yang punya lebih banyak pilihan.

"Tapi makanan sy ga menarik sih, cuma tahu tempe aja?"

Ada waktunya untuk mendapatkan makanan yang enak, salah satunya di kenduri yang kita diundang. Itulah rejeki kita.

Bayangkan rejeki ini seperti pohon apel. Setiap hari ada apel yg matang dan jatuh. Mungkin ada yang sehari jatuh 1, ada yg jatuh 2, tergantung bagaimana kita merawatnya. Asalkan dirawat (diupayakan tadi), pasti ada apel yg jatuh setiap harinya. Ada kalanya, apel tersebut matang bersamaan, sehingga yang jatuh banyak dan kita bisa makan kenyang (kenduri tadi sebagai perbaikan gizi).


2. Rejeki yang digantungkan

Rejeki tipe II ini yang membedakan pendapatan setiap orang. Bayangkan pohon apel tadi, selain yang matang dan jatuh ada lagi apel yg matang dipohon tetapi tidak jatuh. Apel-apel yang matang di pohon ini adalah rejeki yang digantungkan. Kalau kita mengupayakan untuk meraihnya maka kita akan mendapat lebih banyak.

Macam-macam cara mendapatkannya, ada yang berlatih meloncat, semakin tinggi loncatannya semakin banyak yang bisa dia raih. Ada lagi yang belajar memanjat, semakin tinggi dia bisa memanjat semakin banyak hasilnya. Ada lagi yang menggunakan galah, semakin panjang galahnya semakin banyak hasilnya. Ada lagi yang membuat tangga, semakin tinggi tangganya semakin banyak hasilnya. Ada lagi yang meminta orang untuk mendukungnya sehingga dia bisa meraih lebih tinggi. Macam-macam upayanya, tetapi yang pasti bukan sekedar menunggu apel jatuh.

Sehingga pada rejeki tipe II ini ada quota yang bisa kita ambil tetapi hasil yang kita dapatkan tergantung upaya kita, belum tentu semua jatahnya sudah kita ambil. Oleh karena itu orang dengan upaya yang lebih baik bisa mendapatkan hasil lebih besar.


Mungkin saja jatah pendapatan kita saat ini 1 milyar perbulan, tetapi yang kita ambil baru 500ribu, karena upaya kita cuma bernilai 500ribu. Syaratnya untuk mendapatkan rejeki tipe II adalah 'bekerja sesuai hasil yang diinginkan'. Keinginan akan dikabulkan asalakan upayanya sesuai. Seperti sabda Nabi Muhammad SAW, "Perbaikilah pekerjaanmu, niscaya dikabulkanlah doamu."


3. Rejeki yang dijanjikan

Dengan adanya rejeki tipe III ini, orang bisa menjadi sangat kaya. Bayangkan pohon apel rejeki kita yang berbuah lebat karena perawatan yang baik. Dan kita bisa panen besar karena upaya memetiknya terbukti handal. Tetapi tidak semua apel kita konsumsi, sebagian kita tanam kembali sehingga akhirnya tumbuh menjadi pohon apel-pohon apel baru. Sehingga saat ini kita bukan hanya memiliki 1 pohon apel sebagai rejeki kita, tetapi memiliki 1 kebun apel sebagai sumber rejeki kita. Pasti hasil panennya banyak sekali ya?


Rejeki tipe III ini adalah hasil sedekah kita kepada orang lain. Infak, sedekah, zakat, wakaf, dsb akan memperbesar quota rejeki kita. Contoh sedekah paling 'murah' adalah senyum (tentu saja senyum yang baik, bukan senyum ejekan atau merendahkan). Senyum akan menyambungkan tali silaturahmi, memberi kesan yang baik pada pikiran orang lain, membuat orang menyukai kita, membuat orang mengingat kita dalam segi positif, dsb. Persepsi yang baik ini akan membuat orang mengingat kita saat dia memiliki rejeki, atau hanya sekedar peluang mendapatkan/mengupayakan rejeki lebih banyak. Oelh karena itu, dikatakan "silaturahmi membuka pintu rejeki."

Semakin banyak kita bersilaturahmi dengan orang, semakin banyak kemungkinan rejeki mengalir dari berbagai arah. Inilah salah satu cara membuat 'multiple source of income'. Dengan 'multiple source of income', apabila income kita dari salah satu sumber mengalami hambatan, kita masih mendapatkan income dari sumber yang lain. Sehingga keliatannya kekayaannya ga habis-habis.

Itu kalau cuma senyum yang diberikan, bagaimana kalau yang diberikan adalah wakaf berupa tanah beserta bangunan sekolah di atasnya? Mungkin setiap anak yang bersekolah di sekolah tersebut akan merasa berhutang budi pada pemberi wakaf dan ingin membalasnya saat sudah bekerja. Walaupun 1 anak cuma memberi 100 rupiah seumur hidupnya, dari seluruh anak yang bersekolah di sekolah tersebut bisa berapa uang yg bisa terkumpul? Banyak sekali kan?


Itulah sebabnya sy percaya bahwa 'Tuhan ingin anda kaya', karena selalu dikatakan, "Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah", 'memberi lebih baik daripada menerima'

Nah sekarang waktunya kita kembali ke permasalahan pertama,

"Lalu mengapa orang tidak perlu korupsi untuk kaya?"

Karena rejeki setiap orang sudah ditetapkan Tuhan, sehingga tidak mungkin jatah rejeki seseorang diambil oleh orang lain. Tidak mungkin Tuhan menyediakan jatah rejeki dan kita harus mendapatkannya dengan cara yang tidak halal.




"Kalau begitu, korupsi itu dapat dari mana hasilnya? Mengapa orang yg korupsi biasanya berakhir miskin?"

Sesungguhnya korupsi berarti mengambil jatah rejeki masa depannya sendiri, sehingga tangki rejekinya cepat kosong. Makanya setelah korupsi biasanya miskin, karena rejekinya habis. Seperti orang yg memetik buah apelnya bukan hanya yang matang saja, tetapi juga apel-apel yang masih kecil dan mentah, sehingga pada waktunya tidak ada apel sama sekali di pohonnya karena semuanya sudah dipetik ketika saatnya belum tiba.


(thx to Aa Gym atas penjelasannya...)


28 Mei 2007

Perubahan

when you change your thinking you change your beliefs
when you change your beliefs you change your expectations
when you change your expectations you change your attitude
when you change your attitude you change your behaviour
when you change your behaviour you change your performance
when you change your performance you change your destiny
when you change your destiny you change your life

Ga akan banyak omong ah soal yang ini, soalnya dah pernah sy tulis di artikel When you change. Kasian blogger kalo ngabisin space padahal isinya sama ajah


Ada sesuatu di dunia ini,
yang sebagian orang sangat mengharapkannya,
sebagian lain justru tidak mengharapkannya,
tetapi semua orang akan mendapatkannya
sesuatu itu adalah 'perubahan'

Lalu? Bagaimana cara mendapatkannya untuk orang yg mengharapkannya?
Bagaimana cara menghindarinya untuk yang tidak mengharapkannya?
Bagaimana cara menyikapinya untuk semua orang yg mengalaminya?

Anda pasti sudah tau jawabannya.... menarik ya? Jawabannya ada pada sesuatu itu sendiri.
Tepat sekali! Caranya dengan merubah diri sehingga bisa menyesuaikan kondisi apapun yang dihadapi . . . Jawabannya adalah 'PERUBAHAN' . . .

Lalu perubahan apa yg diperlukan?
Lhooo masih nanyaaaa . . . kan di puisinya tercantum jelas... Change ur thinking....
Think! not Blink!... Lhaa itu mah judul buku... hahaha

13 Mei 2007

Menjadi - Melakukan - Memiliki

Rata-rata orang menggambarkan sukses sebagai kondisi mencapai tujuan. Baik tujuan kecil, tujuan antara, tujuan utama, maupun tujuan sampingan (emang tujuan sampingan pernah ada? entahlah). Adalagi yg menyatakan bahwa sukses adalah proses, bukan hasil. Macam-macam, tetapi biasanya yang namanya mencapai tujuan adalah berupa memiliki sesuatu. Baik sesuatu itu berupa benda nyata, maupun yang tidak nyata.


Persoalannya mulai timbul di sini. Saat orang awam melihat bahwa orang sukses selalu memiliki 'sesuatu' yang menunjukkan kesuksesannya, mereka langsung berkesimpulan bahwa untuk mencapai kesuksesan yang sama berarti sy harus memiliki 'sesuatu' yang sama. Akibatnya, bagaimanapun caranya dia akan berusaha memilikinya dan mulailah muncul prinsip 'menghalalkan segala cara'. Setelah berhasil memilikinya, sifat yang berkembang kemudian adalah pamer. Mengapa? Karena ingin menunjukkan 'bukti kesuksesannya' kepada orang-orang di sekelilingnya sehingga orang-orang tersebut akan menganggapnya sukses. Apa yang terjadi? Orang di sekelilingnya akan berpikiran, "Oh, begitu caranya kalau mau sukses. Tinggal tunjukkan bukti kesuksesannya, maka sy pun dianggap sukses."

Persoalan semakin berkembang, sekarang giliran permainan 'halaman sy lebih hijau daripada punyamu'. Terjadi persaingan untuk saling 'menunjukkan bukti kesuksesan', sehingga masing-masing berusaha memiliki lebih banyak, lebih baik kualitasnya, lebih mahal, lebih kelihatan berharga. Perkembangan selanjutnya menjadi...?? Yak tepaat... perilaku konsumtif. Budaya yang berkembang adalah 'biar miskin asal gaya' dan memiliki barang secara kredit serasa menjadi keputusan yang sangaaadh bijaksana. Urusan bayar? begimana nanti...

Apa yg akan terjadi pada orang yg mengejar kesuksesan dengan cara ini? Bangkrut dan terkubur dalam timbunan hutang. Seperti inikah kesuksesan yg kita cita-citakan?

Mari kita kaji. Apakah kesuksesan bisa dicapai seperti cara menjadi tukang parkir? Kenyataannya saat ini, siapapun yg memiliki peluit bisa menjadi tukang parkir. Apakah hal ini berlaku juga pada 'memiliki stetoskop membuat orang menjadi dokter'? Apakah ini berarti memiliki jaguar membuat orang menjadi hartawan? Sayangnya tidak ya.

Sebagian orang lagi berpikiran lain. Menurut mereka, "Untuk menjadi sukses, kita harus melakukan apa yg orang sukses lakukan". Fokus mereka pada 'melakukan hal yg sama'. Akibatnya, timbul budaya 'me too', seperti plagiat, imitasi, pengekor. Melihat Warren Buffet beli saham tertentu, semua beli saham yg sama. Melihat artis buka cafe, semua ikutan buka cafe. Melihat FO laku, semua buka FO.

Atau memproduksi barang imitasi yg sangat mirip. Kemeja dibuat mirip dan dicap elvis agar menyerupai levis. Kamera dicap Nilkon agar seperti Nikon. Sepatu Made in England dibuat imitasinya dan dicap Made as England. Tetapi, apakah imitasinya lebih laku daripada yang asli? Apakah dengan melakukan apa yang dilakukan Warren Buffet membuat orang menjadi sekaya Warren Buffet? Sayangnya tidak juga ya.

Mengapa? Karena untuk berhasil, orang harus dapat menentukan 'apa yang harus dilakukan' berdasarkan kondisi yang dihadapi. Ambil contoh membersihkan mobil. Apakah cukup dengan lap kering? atau lap basah kemudian dikeringkan? atau disemprot air lalu dikeringkan? Atau harus pakai shampo mobil? Setelah dipertimbangkan ternyata cukup dengan lap kering, ga lama mobilpun kembali mengkilap.

Melihat seperti itu, tetangga sebelah pun membersihkan mobilnya dengan lap kering juga, pikirannya "dia juga cukup dengan lap kering, hasilnya bagus". Tetapi karena kotorannya berbeda dan cat mobilnya berbeda, alhasil mobilnya jadi baret-baret setelah dilap. Itulah yang dimaksud dengan 'seribu kenek tidak bisa menggantikan satu supir'.

Yang kedua, untuk berhasil kita harus bisa 'melakukan apa yang harus dilakukan dengan cara yang benar' sehingga hasilnya optimal. Seperti menimba sumur, orang yg tidak dapat melakukannya dengan baik akan memerlukan lebih banyak menimba karena airnya banyak berjatuhan ketika diangkat. Jauh berbeda dengan orang yg sudah lihai menimbanya.

Dan untuk mencapai kedua kemampuan tersebut, seseorang harus menuntaskan tahap 'menjadi' terlebih dahulu. Sesungguhnya, untuk memiliki apa yg diinginkan, seseorang harus menjadi orang yang berhak dan layak mendapatkannya, setelah itu melakukan apa yang harus dilakukan dengan cara yg benar untuk memilikinya, maka pada akhirnya orang tersebut akan memiliki apa yg diinginkannya.

Tahap menjadi adalah ketika kita membangun pola pikir, sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dibutuhkan. Sehingga saat menghadapi situasi tertentu di lapangan, kita bisa menentukan apa yg harus dilakukan dan dapat melakukannya dengan benar.

Untuk menuntaskan tahap 'menjadi' ini, setiap orang memerlukan waktu yang berbeda-beda panjangnya. Ada yg puluhan tahun, ada yg belasan tahun, ada yg beberapa tahun, ada yg cuma setahun. Yang dibutuhkan adalah pendidikan yang mengubah pola pikir dan sikap serta menambah pengetahuan, latihan yang memberi kesempatan mengembangkan keterampilan, dan pembimbingan dari orang yg sudah berhasil melakukannya.

Banyak orang yang tidak mau dengan sabar membangun pondasi kesuksesan dengan menuntaskan tahap 'menjadi' ini, akibatnya mereka hanya menjadi pengekor saja atau malah penimbun hutang. Padahal ketika orang sudah lulus tahap 'menjadi' ini, dia bisa melihat dan memanfaatkan kesempatan yg lewat di depan matanya. Dan kesempatan itu tidak pernah ada habisnya. Ibaratnya 'mundur selangkah untuk maju seratus langkah'.

10 Mei 2007

Jangan hanya menabung uang...

Seorang penulis terkenal menggambarkan kekayaan sebagai ‘berapa lama finansial anda dapat bertahan, dengan gaya hidup anda saat ini, apabila anda tidak bekerja’. Ada juga yang menyatakan bahwa ‘berapa yang ditabung lebih penting daripada berapa yang didapat’. Menabung merupakan salah satu cara manusia untuk mengamankan diri saat menghadapi krisis. Sejak dahulu kala, bangsa Indonesia sudah membiasakan diri menabung, seperti adanya lumbung padi di sentra pertanian atau pengawetan ikan pada sentra nelayan.

Yang paling pertama dipikirkan orang untuk ditabung adalah bahan makanan. Karena makanan merupakan kebutuhan utama manusia yang harus dipenuhi setiap waktu. Pada awalnya, bahan makanan yang ditabung berupa padi di lumbung padi. Lama kelamaan, berkembanglah teknologi pengawetan makanan, seperti jenang, asinan, manisan, rempah-rempah, pengasinan, pengasapan dsb.


Yang menjadi sasaran kedua untuk ditabung adalah harta. Ada yang menabung harta dalam bentuk emas, baik berupa perhiasan maupun lantakan emas. Sejak ditemukannya currency atau mata uang, orang mulai menabung dalam bentuk uang. Karena uang merupakan benda yang paling mudah untuk dikonversikan menjadi sumber daya lain. Dulu, saat mata uang merupakan simbol cadangan emas, cukup bijaksana untuk menabung uang, karena nilai uang masih stabil. Setiap nilai uang tertentu dijamin oleh pemerintah dengan cadangan emas sejumlah tertentu.

Tetapi saat ini mata uang tidaklah terkait dengan cadangan emas. Uang sudah merupakan surat hutang. Negara menjamin akan membayarkan nilai suatu mata uang dengan nilai sesuai jumlah emas tertentu, walaupun mungkin saat ini emasnya belum tersedia. Seperti halnya orang yang berhutang, berapa besar hutang yang bisa dia dapatkan tergantung dari seberapa besar orang percaya padanya. Bisa jadi orang mau memberi hutangan karena harta bendanya banyak, minimal ada jaminan hutangnya akan dibayar walopun harus menggadaikan barang.

Oleh karena itu, saat ini nilai mata uang sangat tergantung dari kepercayaan masyarakat internasional terhadap pemerintahan negera tersebut. Apabila kepercayaannya turun, maka nilai mata uangnya pun turun. Apabila kepercayaannya naik, maka nilai mata uangnya pun naik. Yang paling terlihat perkembangan nilainya adalah Yuan China. Sejak kepercayaan masyarakat internasional membaik terhadap ekonomi China, nilai Yuan terus menguat, sampai harus ditahan oleh pemerintah China sendiri.

Sesungguhnya, bukan tindakan yang bijaksana untuk menabung uang saat ini, karena daya belinya terus menurun. Misalkan saja ada 2 orang yang memiliki uang sejumlah 1000 USD beberapa tahun yang lalu. Orang pertama langsung menabungkan seluruh uangnya, orang kedua menggunakan uangnya untuk membeli emas. Saat itu 1 kg emas harganya 250 USD, sehingga orang ke2 mendapatkan 4 kg emas. Beberapa tahun kemudian, orang pertama mendapatkan uangnya dengan bunga menjadi 1400 USD. Sedangkan orang kedua mendapatkan harga emas sudah 600 USD/kg, sehingga dia memiliki tabungan emas seharga 2400 USD.


Selain harta masih ada hal-hal yang bisa kita tabung. Yang pertama adalah pendidikan atau pengetahuan. Boleh dikatakan hampir semua orang saat ini meyakini bahwa untuk memperbaiki nasib atau taraf hidup, salah satu faktor yang menentukan adalah pendidikan, baik pendidikan formal maupun non formal. Apabila orang yang sama memiliki 1000 USD dan menggunakan uangnya untuk mendapatkan pendidikan, bisa jadi beberapa tahun kemudian nilai hartanya lebih besar daripada ditabung dalam bentuk emas. Selain itu, pendidikan tidak akan pernah habis terpakai, berbeda dengan uang dan emas.



Selain pendidikan, yang bisa kita tabung juga adalah koneksi atau kenalan. Memang untuk memiliki teman tidak dibutuhkan uang, seorang teman tidak bisa dibeli dengan uang, tetapi untuk mengelola pertemanan membutuhkan uang. Misalnya saja menelpon, berkirim surat, berkirim sms, berkunjung, memberi hadiah, dsb. Banyak orang yang lebih suka menabungkan uangnya daripada menggunakannya untuk mengelola persahabatan. Sesungguhnya, dalam mendapatkan uang, hal yang paling penting adalah kepercayaan. Semakin banyak seseorang memiliki teman, berarti semakin banyak orang yang mempercayainya. Memupuk kepercayaan seseorang akan memberikan nilai persahabatan yang lebih mahal daripada seribu tael emas.


Hal lainnya yang bisa kita tabung adalah kesehatan. Saat ini terjadi fenomena yang menggelikan, orang-orang bekerja keras untuk mencari uang sampai lupa waktu, lupa makan, kemudian setelah uangnya banyak, digunakan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Bukankah lebih baik dari awal menabung kesehatan? Tetapi bagaimana caranya menabung kesehatan?



Pertama, hindari zat berbahaya bagi tubuh. Seperti asap rokok, pengawet, perasa, pewarna makanan, racun serangga dalam obat nyamuk, pestisida di sayuran, polusi, logam berat, dsb.



Kedua, hindari kondisi yang membahayakan tubuh. Seperti kurang istirahat, terlambat makan, stress, lingkungan yang bising, cemas, berpikiran negatif, marah-marah, kelelahan, dsb.


Ketiga, selalu memberi asupan gizi lengkap setiap hari. Kebutuhan tubuh manusia bukanlah rasa gurih, asam, manis, asin, lezat, dsb, melainkan gizi yang lengkap. Makro nutrient manusia meliputi karbohidrat, protein dan lemak. Karbohidrat harus dapat dipecah menjadi gula sederhana. Protein harus memenuhi kebutuhan asam amino, terutama asam amino esensial. Lemak harus memenuhi kebutuhan asam lemak, terutama asam lemak esensial. Selain itu tubuh juga memerlukan vitamin dan mineral agar tetap bekerja dengan baik.


Keempat adalah selalu memberikan kondisi yang baik bagi tubuh. Seperti istirahat yang cukup, ketentraman, udara yang bersih, air yang bersih, berpikir positif, dsb.


Pola hidup sehat dapat menghindarkan tubuh dari penyakit-penyakit berat. Misalkan saja untuk operasi bypass jantung diperlukan biaya minimal 150juta rupiah. Dengan menghindari terlalu banyak mengkonsumsi lemak dan kolesterol, rutin mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan, mengkonsumsi suplemen antioksidan, kita bisa terhindar dari pengeluaran 150juta rupiah. Bukankah sebuah cara menabung yang sangat menguntungkan?

24 Maret 2007

Time is money

Pernahkah kita berpikir, mengapa ada istilah ‘time is money’? Bukankah waktu adalah waktu dan uang adalah uang? Bukankah uang dan waktu adalah 2 hal yang berbeda? Mengapa dibilang time is money?

Ada teman-teman saya yang berpendapat bahwa istilah itu terjadi karena orang-orang bisnis sangat mementingkan ketepatan waktu dalam membuat janji, karena terlewat 1 janji berarti kehilangan proyek, dan proyek sama dengan uang. Jadi, time is money.

Ada lagi yang berpendapat bahwa istilah itu terjadi karena banyak profesional yang bekerja berdasarkan komisi perjam (man hour), sehingga semakin banyak waktu terpakai semakin banyak uang yang harus dibayarkan. Jadi, time is money.

Ada lagi orang-orang sering pakai taksi, mereka merasakan dengan jelas istilah ini karena semakin lama menggunakan taksi semakin mahal bayar argonya. Jadi, time is money juga ya.

Tetapi kalau saya pendapatnya lain lagi. Pernah sy berpikir, bahwa uang di sini belom tentu berarti dollar, rupiah, euro, ringgit dsb. Semua itu hanyalah beberapa nama dari uang. Uang sendiri sesungguhnya adalah alat penukar yang sah. Alat penukar apa? Alat penukar sumber daya (resources).

Sebelum ada uang, orang menggunakan sistem barter. Sistem barter ini banyak kesulitannya. Misalkan ada orang punya beras dan perlu ikan, dia akan menawakan berasnya untuk ditukar dengan ikan kepada nelayan. Tetapi belum tentu nelayan ini memerlukan beras, selain itu berapa beras yang layak dipertukarkan untuk 1 ikan tongkol? 1 kilogram kah? 2 cangkir beras kah? Atau berapa? Sulit ya.

Untuk itu diperlukan suatu alat tukar standar, misalkan emas. Kenapa emas? Karena emas merupakan salah satu barang yang dianggap berharga sehingga hampir semua orang menginginkannya, dan selain itu emas tahan lama, tidak mudah rusak. Dengan adanya penukar standar, kita tinggal menghargakan barang yang kita miliki dengan emas. Kalau angkanya cocok, transaksi bisa berjalan.

Tetapi makin lama emas sebagai alat penukar terasa merepotkan. Masa mo beli rumah harus bawa emas 10 kilo? Itu harus bayar orang untuk ngangkutnya dong, 10 kilo kan beeeraaat. Akhirnya, emasnya disimpan di suatu badan pengelola, dan dikeluarkan sertifikat kepemilikan emas. Seperti cek lah. Kalau ga salah, Kekaisaran Cina adalah salah satu negara yg sudah menggunakan cara ini sejak beratus-ratus tahun yang lalu. Selembar giro bisa bernilai 1000 tael emas.

Akhirnya, untuk membuat sertifikat ini berlaku di tempat yang lebih luas, maka dikeluarkanlah sebentuk sertifikat lagi oleh lembaga yang lebih besar, yaitu pemerintah negara. Emas ini diganti dengan logam atau kertas yang bernilai sejumlah emas, dan jumlah emas ini dijamin oleh pemerintah. Biasanya logam ini lebih murah dari emas. Sehingga dikenallah yg namanya dolar, poundsterling, franc, mark, peso, rupiah, dsb.

Contoh penggunaan uang di atas untuk mengukur nilai barang, tetapi sesungguhnya uang sering juga digunakan untuk menukar sumber daya yang lain, misalnya tenaga, pemikiran, keahlian, dsb. Tenaga kasar mungkin lebih kecil nilainya daripada tenaga + keahlian. Contohnya untuk waktu kerja yg sama, tenaga memotong rumput pasti berbeda harganya dengan tenaga mengecat rumah. Dan harganya pasti akan lebih tinggi lagi kalau yang ditukar bukan hanya tenaga dan keahlian, melainkan juga pemikiran.

Kalau boleh kita urutkan lagi, barang-barang yang dianggap sebagai sumber daya itu, sesungguhnya bisa didapat asalkan orang memiliki tenaga, waktu, keahlian, dan pemikiran. Misalkan beras, asalkan punya waktu 4 bulan, mau meluangkan tenaga, punya keahlian untuk menanam dan merawat, memilik strategi penanaman yang tepat, pasti setiap orang dapat memiliki beras. Tetapi yang jadi masalah, tidak semua orang memiliki semuanya itu. Dan kalau dipikir-pikir, daripada menanam dan merawat sendiri selama 4 bulan, sy lebih memilih beli beras 5000 sekilo di pasar.

Kalau mau lebih ke hulu lagi, sesungguhnya pemikiran dan keahlian bisa kita dapatkan asalkan mau meluangkan waktu dan tenaga untuk menguasainya. Berarti sumber daya sesungguhnya yg kita miliki adalah waktu dan tenaga. Dari pemanfaatkan waktu dan tenaga itulah kita memiliki sumber daya – sumber daya lainnya.

Berarti pada awalnya manusia hanya dibekali 2 modal, yaitu diri sendiri dan waktu. Waktu setiap orang pasti sama, 24 jam sehari, tidak lebih tidak kurang. Sedangkan diri sendiri selalu berubah setiap waktu. Seperti contohnya tenaga, ada yg menguat ada yg melemah, kecerdasan pun ada yg meningkat ada yg menurun. Tergantung bagaimana kita memperlakukan tubuh kita selama waktu berjalan, apakah dilatih atau dibiarkan, dimanfaatkan atau disia-siakan.

Sesungguhnya kalau kita perhatikan apapun yang berhasil dicapai seseorang adalah hasil dari penggunaan waktunya, Yang penggunaan waktunya bijak akan mendapatkan hasil lebih banyak daripada yang sembrono. Sehingga dapat dikatakan waktu adalah sumber daya yang dipertukarkan untuk suatu capaian atau hasil.

Orang bijak mengatakan bahwa segala sesuatu ada harganya, dan apapun yang kita inginkan di dunia ini harus dibayar oleh mata uang yang bernama waktu. Oleh karena itu bukan ’time is money’ tetapi ’time is the money’.

23 Maret 2007

Children Learn What They Live

Anak Belajar dari Lingkungannya
Dorothy Law Nolte, Ph.D.

Jika anak hidup dengan kritik, mereka belajar untuk mengutuk.
Jika anak hidup dengan permusuhan, mereka belajar untuk melawan.
Jika anak hidup dengan ketakutan, mereka belajar untuk tercekam kekhawatiran.
Jika anak hidup dengan belas kasihan, mereka belajar untuk mengasihani diri sendiri.
Jika anak hidup dengan ejekan, mereka belajar untuk merasa malu.
Jika anak hidup dengan kecemburuan, mereka belajar untuk merasa iri.
Jika anak hidup dengan rasa malu, mereka belajar untuk merasa bersalah.
Jika anak hidup dengan dorongan, mereka belajar percaya diri.
Jika anak hidup dengan toleransi, mereka belajar kesabaran.
Jika anak hidup dengan pujian, mereka belajar apresiasi.
Jika anak hidup dengan penerimaan, mereka belajar untuk mencintai.
Jika anak hidup dengan persetujuan, mereka belajar untuk menyukai diri sendiri.
Jika anak hidup dengan pengakuan, mereka belajar memiliki tujuan itu bagus.
Jika anak hidup dengan berbagi, mereka belajar kedermawanan.
Jika anak hidup dengan kejujuran, mereka belajar kebenaran.
Jika anak hidup dengan keadilan, mereka belajar keadilan.
Jika anak hidup dengan kebaikan dan pertimbangan, mereka belajar menghargai.
Jika anak hidup dengan keamanan, mereka belajar untuk memiliki percaya diri.
Jika anak hidup dengan persahabatan, mereka belajar dunia adalah tempat yang bagus untuk hidup.

Hak Cipta © 1972 oleh Dorothy Law Nolte


Children Learn What They Live
By Dorothy Law Nolte, Ph.D.


If children live with criticism, they learn to condemn.
If children live with hostility, they learn to fight.
If children live with fear, they learn to be apprehensive.
If children live with pity, they learn to feel sorry for themselves.
If children live with ridicule, they learn to feel shy.
If children live with jealousy, they learn to feel envy.
If children live with shame, they learn to feel guilty.
If children live with encouragement, they learn confidence.
If children live with tolerance, they learn patience.
If children live with praise, they learn appreciation.
If children live with acceptance, they learn to love.
If children live with approval, they learn to like themselves.
If children live with recognition, they learn it is good to have a goal.
If children live with sharing, they learn generosity.
If children live with honesty, they learn truthfulness.
If children live with fairness, they learn justice.
If children live with kindness and consideration, they learn respect.
If children live with security, they learn to have faith in themselves and in those about them.
If children live with friendliness, they learn the world is a nice place in which to live.

Copyright © 1972 by Dorothy Law Nolte